Kamis, 24 Maret 2011

Segenggam Garam


Dahulu kala,hiduplah seorang lelaki tua yang terkenal saleh dan bijak.
Di suatu pagi yang dingin, datanglah seorang pemuda yang tengah dirundung masalah.
Dengan langkah gontai dan rambut kusut masai, ia tampak seperti orang yang tak mengenal bahagia.
Tanpa membuang waktu, ia ungkapkan semua keresahannya.
Impiannya yang gagal, karir, cinta, dan hidupnya yang tidak pernah berakhir bahagia.
Bapak tua yang bijak itu hanya mendengarkannya dengan teliti dan seksama.
Tanpa berkata apa-apa, ia hanya mengambil segenggam garam dan memasukkannya kedalam segelas air.
Lalu mengaduknya dan berkata : “ Coba minum ini, dan katakan bagaiman a rasanya?”
Anak muda itupun meminun air yang diberi garam oleh bapak muda tadi. “Achhh....cih....!!! Asin sekali...!! Cuih... Pahit Pak..!! ”  Jawab pemuda tersebut.
Bapak tua itu hanya tersenyu,m lalu mengajak tamunya ke tepi telaga yang ada di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.
Setelah menempuh perjalan yang tidak terlalu jauh, akhirnya sampai lah mereka di tepi telaga yang tenang.
Masih dengan mata yang tenang dan penuh dengan cinta, orang tua yang bijak itu menaburkan segenggam garam ke dalam telaga.
Dengan sepotong kayu, diaduknya air  telaga yang membuat gelombang dan riak kecil.
Setelah air telaga tenang iapun, berkata : “ Anak muda, coba kamu cicipi air telaga tersebut..! Dan minumlah!”
Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Pak tua berkata lagi : “ Bagaimana rasanya?”
“Mmmm...! Ini baru segar sekali rasa airnya Pak tua!” Jawab lelaki tersebut.
“Dan apakah kamu masih mersakan garam di dalam air tersebut?” tanya Pak Tua.
“Ehm.. sepertinya tidak! Sedikitpun tidak ada rasa asin.” Jawab si Anak muda.
Mendengar hal itu, dengan bijak, Pak tua itu menepuk-nepuk  punggung anak muda dan berkata dengan tenang:

“ Anak muda, pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam
Tidak lebih, dan tidak kurang
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama
Tapi kepahitan yang kita rasa akan sangan tergantung dari wadah atau tempat yang kita miliki
Kepahitan itu akan selalu berasal dari bagaimana kita meletakkan segalanya
Dan itu tergantung pad hati kita
Jadi saat kamu merasakan kegagalan dan kepahitan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kita lakukan
Lapangkanlah dada untuk menerima semuanya
Luaskan hati untuk menampung semua kepahitan tersebut
Luaskan pergaulan supaya kita mempunyai pandangan hidup yang luas
Maka kita akan banyak belajar dari keleluasaan tersebut
Hati adalah wadah itu, perasaan adalah tempat itu
Kalbu adalah tempat menampung segalanya
Jadi, jangan jadikan hati seperti gelas
Buatlah hati laksana telaga yang mampu meredam semua kepahitan itu dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

 sahabat terbaikmu,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar